Selasa, 26 Agustus 2008

Mewaspadai Penyimpangan Atas Ajaran Islam

Mewaspadai Penyimpangan Atas Ajaran Islam

Dakwah Islam selalu mendapatkan tantangan, baik dari dalam maupun dari luar umat Islam itu sendiri. Banyak orang yang selalu berupaya memperkeruh suasana, dengan seolah-olah menawarkan kebenaran yang hakiki, padahal merekalah orang-orang yang selalu berupaya untuk mengotori kemurnian Islam. Apa pun sebutannya, di mana pun dan kapan pun. Hal tersebut disampaikan Muhsin Hariyanto, Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Euforia atau mabuk kebebasan di masa reformasi ini, yang berawal dari ruwatan kemusyrikan sampai kelompok-kelompok yang mengatasnamakan kebebasan dalam menafsirkan Islam, ungkap Muhsin muncul secara resmi. Hingga ada tokoh aliran sesat yang keceplosan berkomentar mengatakan mumpung sedang bebas. Munculnya berbagai aliran dengan mengatasnamakan agama tersebut semakin membuat resah banyak orang. Terdapat banyak hal yang dilakukan oleh orang-orang dalam menyikapi berbagai peristiwa ini, ada yang menyikapi dengan tenang tetapi penuh keprihatinan, namun ada pula yang marah dan berang. Muhsin juga mengatakan bahwa dari pihak yang dituduh menyimpang pun selalu berkelit bahwa yang berhak menentukan sesat itu hanyalah Tuhan. Merekapun dengan berani berkomentar lantang bahwa MUI sekali pun tidak berhak mewakili Tuhan, dengan mengaku yang paling benar dan menyatakan bahwa yang tidak searah dengan mereka adalah salah, menyimpang, dan bahkan sesat dan menyesatkan.

Muhsin menambahkan bahwa beberapa waktu lalu MUI telah menetapkan sepuluh kriteria aliran sesat yaitu Mengingkari rukun iman dan rukun Islam, Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`I (Alquran dan as-sunah), Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran, Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir, Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam, Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul, Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir, serta Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat, dan juga Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar'i.

Dalam praktiknya, secara sosiologis Muhsin yang juga dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UMY ini mengungkapkan, kesesatan-kesesatan yang dilakukan oleh sebagian orang itu kadang-kadang tidak dianggap sesat walaupun dilaksanakan olah banyak orang. Di antara contohnya adalah kelompok yang tidak langsung dikenali sebagai kelompok sesat, semisalnya komunitas penimbrung Islam, dengan seolah-olah merujuk pada al-Quran dan bahkan dalam banyak hal mengaku mengikuti as-Sunnah, padahal jelas-jelas melakukan pelanggaran atas prinsip-prinsip yang ditawarkan oleh al-Quran dan juga as-Sunnah. “Kelompok semacam ini muncul di mana-mana dengan mencoba menawarkan pendapat-pendapat yang baru, yang seolah-olah bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah, tetapi menjelaskannnya dengan dalih “ta’wil”, atau pemaknaan al-Quran yang lebih kontekstual dan melepaskan diri dari kungkungan teks al-Quran maupun as-Sunnah”katanya.

Masih menurut Muhsin, berkaitan dengan Al-Qiyadah al-Islamiyyah yang akhir-akhir ini sedang marak muncul di berbagai media, Muhsin mengatakan bahwa aliran tersebut hanya salah satu contoh dari sekian banyak aliran/paham yang melecehkan al-Quran dengan cara melakukan interpretasi atau tafsir yang tidak menggunakan ketentuan yang selaras dengan pemahaman yang benar. Oleh karena itu, umat Islam perlu waspada terhadap munculnya aliran-aliran baru tersebut. “Toleransi terhadap aliran-aliran yang jelas-jelas merusak itu tidak tepat untuk dikembangkan, namun tidak juga menolaknya dengan kekerasan,” ungkapnya.

Langkah-langkah yang tepat untuk dilakukan dalam membendungnya ungkap Muhsin bisa dilakukan secara bersama dari semua kalangan dan komponen umat untuk membendung dan menghentikan aliran-aliran tersebut, jangan sampai tumbuh dan berkembang, baik sekarang maupun di masa-masa yang akan datang. Langkah pertama yang bisa dilakukan yaitu para ulama, para ustadz, para khatib, dan para guru harus memiliki keberanian untuk menjelaskan kepada umat bahwa setiap aliran yang muncul dan memiliki pemikiran yang jelas-jelas berbeda dengan masalah yang bersifat qath'i tersebut, adalah sesat menyesatkan, berbahaya, merusak, dan menyebabkan pelakunya kekal dalam neraka.

Langkah kedua, katanya ormas-ormas Islam dengan para ulama dan tokohnya harus bersikap aktif dan responsif dalam menjawab dan menetapkan keputusan terhadap sesatnya aliran tersebut, demi menjaga akidah, syariah, dan akhlak umat. Umat pun harus didorong jika mendengar dan membaca aliran-aliran yang aneh, untuk segera bertanya kepada para alim ulama dan para ahli yang dianggap memiliki pengetahuan keislaman yang luas dan komprehensif. Umat harus didorong untuk bersikap kritis, tidak mudah terkecoh dan percaya kepada pemimpin aliran tersebut. Langkah ketiga yaitu langkah dari pemerintah yang hendaknya bersikap tegas dan segera mengambil tindakan-tindakan hukum terhadap aliran-aliran tersebut. Tidak boleh terkesan sedikit pun pemerintah berada dalam keraguan untuk menghentikannya. “Insyaallah setiap muslim dan umat Islam yang benar-benar beriman akan selalu mendukung sikap pemerintah untuk menghentikan aliran sesat tersebut,” tambah Muhsin.(Sukmo TRJ)

Tidak ada komentar: