Kamis, 28 Agustus 2008

Panitia Pemilihan Kepala Daerah Bupati Bogor Jawa Barat

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bupati Bogor Jawa barat berlangsung 24 Agustus 2008. Di kawasan RW-013 Gugus Ganesha Telaga Kahuripan didirikan satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) 23.


Panitia TPS 23 RW 013 terdiri dari:
Ketua : B.Sukmo Wibowo
Anggota : B.Andri Mulyawan
Anggota :Yusuf
Anggota :Sulistiono
Anggota :Asrulsyah
Anggota :Aditya
Anggota :Anton Heri.P

Acara tersebut berlangsung aman dan lancar tanpa hambatan.
Dengan Jumlah Pemilih yang terdaftar : 257 Pemilih
Yang menggunakan Hak Pilihnya : 132 Pemilih
Sedangkan sisanya tidak menggunakan Hak Pilihnya, berdasarkan penghitungan suara di TPS 23 dari 5 calon tersebut unggul Pasangan Rahmat Yasin Dan Faturahman dengan No.urut 5. (Sukmo)

Meriah 17 an di RW.013 Gugus Ganesha

Report 013. Tujubelasan tahun 2008 di RW 013 Gugus Ganesha Telaga Kahuripan seperti titik air yang menetes diterik matahari, pasalnya hampir dua tahun RW 013 tidak membuat event tujubelasan secara meriah dan sederhana. Baru tahun ini event itu terjadi, dan sambutannya luar biasa.yang diawali dengan pemutaran Film Dokumenter Kerusuhan 98, dan Film Perjuangan Kemerdekaan milik Arsip Nasional, serta Film Shooter. acara dilanjutkan dengan menyanyikan Indonesia Raya diiringi musik yang dinyanyikan oleh anak-anak diatas panggung dengan khimad.

Seperti tahun sebelumnya, tadinya tujubelasan tahun ini hanya akan diisi dengan permainan standard sekedar untuk menggembirakan anak-anak. Namun pada rapat dadakan pada akhir juli 2008, karena Panitia 17an menyerahkan kembali kepada RW,sontak ide muncul dan semua ikut mendukung untuk tahun ini diadakan tujubelasan secara serius.

Pak Sukmo didaulat sebagai komandan dibantu Pak Andri,Pak Yusuf,Pak Sulis,dibantu pula Pak Yahya,Pak Asep,Pak Slamet,Pak Heri,Pak Syamsunar.dan Ibu-Ibu di masing-masing RT,serta pengurus RT,dan Warga lainnya ditambah Security. dan secara maraton penggalangan dana dimulai. Pada dasarnya peringatan kali ini jangan sampai memberatkan warga. Tapi tunjukkan bahwa warga RW 013 banyak yang peduli dan kompak. Dari ide itulah kemudian diputuskan penggalangan dana di 5 RT, dengan hasil yang cukup maksimal.

Setelah diinventarisir terkumpullah kurang lebih 800 ribu ditambah sumbangan donatur seperti Panggung,SoundSystem dan hadiah dari beberapa Warga RW.013. dan RW atas nama Panitia bergerak mendatangi satu persatu menjelaskan program yang akan dilakukan. Alhamdulillah biaya dapat ditutup, dan masih ditambah dengan berbagai material yang bisa digunakan sebagai doorprize.


Acara demi acara dilakukan dengan lancar, dan pada malam puncak panitia menyuguhkan hiburan yang sangat menarik yaitu menampilkan Band dan juga penyanyi RW.013, yaitu salah satunya Ibu Dian Jumadi,Ibu Susi Heri dan Pungky .

Acara berlangsung hingga pukul 23.45 wib, warga tak bergerak sampai lagu dangdutan yang dilantunkan dua biduan RW.013 secara bersama-sama.dilanjutkan dengan pembuatan TPS 23 ditempat yang sama.

Acara yang menelan biaya kurang lebih Rp. 800 ribuan tersebut berlangsung lancar dan mendapat sambutan hangat dari warga RW-013. Pengurus RW.013 mengucapkan Terimakasih Dan Penghargaan yang setingi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu baik tenaga,pikiran maupun waktunya demi sukses dan lancarnya acara tersebut. Bravo RW.013 !(Sukmo)

RW SEBAGAI SOCIAL DEVELOPMENT

Secara historis, kelahiran lembaga Rukun Warga atau yang disingkat dengan RW dibidani oleh pemerintah melalui Permendagri nomor 7 tahun 1983 yang mengatur tentang Pembentukan Rukun Warga dan Rukun Tetangga. Kemudian Perrmendagri ini ditindaklanjuti dan diperinci lagi oleh Perda Nomor 14 tahun 2000 oleh Kabupaten Bogor. Meskipun dinamai sebagai sebuah lembaga kemasyarakatan, RW pada hakekatnya dilahirkan untuk membantu berbagai pelaksanaan kegiatan pemerintah.

Bahkan pekerjaan mereka dilapangan jauh lebih kompleks dari apa yang dapat disebut didalam aturan yang melahirkannya. Selain sebagai bentuk rentang kontrol pemerintah ditingkat / grass root/, RW juga menjalankan fungsi-fungsi /Social Development/ dan pembinaan kamtibmas, sebut saja seperti layanan administrasi melalui “Surat Pengantar RW yang diajukan RT” yang sangat membantu bagi pemerintah khususnya dalam deteksi dini dan memproteksi terhadap potensi kesalahan identifikasi terhadap status kependudukan warga yang dilayani. Kemudian pengadaan forum “Pertemuan Rutin RW maupun RT” yang jelas-jelas sangat membantu bagi pemerintah khususnya untuk sosialisasi berbagai program pemerintah. Belum lagi berbagai kegiatan yang mereka laksanakan terkait dengan pembinaan kehidupan sosial seperti pengadaan kegiatan Poskamling, pengadaan Dana Sosial dan Kematian hingga penggalian potensi swadaya masyarakat guna menunjuang kegiatan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sungguh sebuah beban tugas yang tidak ringan, bahkan tidak jarang Ketua/Pengurus RW harus mengorbankan waktu mereka untuk menangani berbagai “keadaan tertentu” terkait dengan gangguan stabilitas baik dalam arti sosial maupun keamanan. Belum cukup sampai disini “pak RW” harus memiliki mental ekstra kuat khususnya atas kebijakan yang diambilnya yang tentu saja tidak akan pernah memuaskan semua pihak dengan berbagai kepentingan yang berbeda-beda.

Namun sayang pengorbanan yang besar ini tidak mendapatkan “perhatian” yang sepadan dari pemerintah atas nasib mereka. Selama ini pekerjaan menjadi pengurus RW memang sebuah pekerjaan sosial (/Social Job/), pekerjaan pengabdian yang kita tidak bisa mengharapkan sesuatu pamrihdarinya. Oleh karena itu saat masa jabatan Ketua RW berakhir sudah menjadi kondisi yang umum dan menggejala di banyak daerah tentang “sulitnya mencari pengganti” bukan karena tidak adanya kader yang memenuhi syarat tetapi lebih dikarenakan personal yang dipandang layak oleh masyarakatnya tetapi yang bersangkutan justru berkeberatan dengan berbagai alasan untuk mengemban tugas ini. Inilah fenomena sosial yang patut menjadi perhatian banyak kalangan khususnya pemerintah. Karena meskipun banyak yang memandang sebelah mata terhadap keberadaan RW tetapi sesungguhnya ia memainkan peranan yang besar dalam pembinaan kehidupan sosial (social development).

Oleh karena itu sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah maka segala peraturan yang membidangi keRW-an telah berlaku surut. Sudah saatnya bagi pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan baru yang dapat “menghidupkan” lembaga kemasyarakatan seperti RW dan RT agar sejalan dengan perkembangan dinamika sosial yang ada. Artinya kita perlu menyusun aturan-aturan terkait dengan masalah keRW-an sesuai dengan kondisi dan kebutuhan riil masyarakat. Dari segi kelembagaan misalnya kita tidak perlu membentuk sebuah lembaga yang nantinya memang tidak berfungsi karena memang tidak diperlukan oleh masyarakat, sampai sekarang kita mengenal adanya istilah Lingkungan yang dikepalai oleh seorang Kepala Lingkungan, kenyataan lapangan menjelaskan, Lingkungan / Kepala Lingkungan kurang memiliki peran yang signifikan dalam pembangunan kemasyarakatan di wilayahnya klecuali hanya sebagai “penambah keterangan” guna kemudahan identifikasi lokasi/alamat dan ini tentunya hanya akan menjadikannya sebagai “atribut tanpa arti” yang hal ini sebenarnya juga terjadi pada lembaga RW. Belum lagi maslah Anggaran kegiatan yang di masa lalu tidak menjadi perhatian. Coba kita lihat apa yang dilakukan pemerintah sebagai pembina RW maupun RT sebagaimana telah diamanatkan oleha aturan yang mereka formulasikan sendiri ? selama ini pemerintah hanya “mengambil manfaat” dari keberadaan RW tanpa mau tahu bagaimana keberadaan mereka. Mengingat bahwa meskipun sebagaian masyarakat beranggapan menjadi pengurus RW atau RT adalah sebuah pengabdian tetapi toh di dalamnya juga terdapat banyak “tugas titipan” pemerintah yang juga membutuhkan dana dalam pelaksanaannya. untuk itu hal lain yang perlu dikaji adalah kemungkinan diberikannya “tanda jasa” bagi para “/Social Worker/” ini dan wacana ini hendaklah tidak dipahami sebagai upaya untuk “mengkomersialkan” jabatan pengabdian atau membenturkan konsep “kesadaran” dalam arti partisipasi masyarakat dengan motif ekonomi yang menuntut setiap kegiatan mampu bernilai secara ekonomis. Tetapi perlu dipahami bahwa bentuk perhatian pemerintah ini adalah sebagai sebuah bentuk penghargaan pemerintah atas jasa dan pengorbanan yang telah diberikan oleh warga negaranya. Karena meskipun mereka (Pengurus RW/RT) tidak memakai seragam keki seperti rekan PNS lainnya tetapi jasa dan pengabdian mereka tidak kalah dengan mereka yang mengabdi di instansi-instansi “resmi” lainnya. Mungkin perlu dipertimbangkan khususnya di wilayah-wilayah Kelurahan, bentuk “ucapan terima kasih” pemerintah atas jasa dan pengabdian Pengurus RW ini diberikan setahun sekali melalui pos anggaran Pembinaan RW yang jumlahnya adalah 10% dari total pengembalian Eks-bengkok yang diterima Kelurahan yang bersangkutan, yang besaran nominalnya sangat memprihatinkan. Itupun hanya diberikan kepada Ketua RW-nya saja. Lalu bagaimana kita bisa mengharapkan kerja mereka maksimal bila pemerintah sendiri tidak total dalam “ngopeni” mereka.

Akhirnya semoga tulisan ini dapat menjadi bahan pertimbangan khususnya bagi Pemerintah Kabupaten Bogor dalam memformulasikan kebijakan terkait dengan keRW-an. dan semoga ke depan lembaga-lembaga yang mengakar di tingkat bawah ini dapat lebih memberdayakan dirinya dalam proses Social development.

Berikut Perda Kabupaten No 14 Tahun 2000. Salam Kompak Dan Tetap Semangat RW.013 Gugus Ganesha

Selasa, 26 Agustus 2008

RW-013 Gugus Ganesha

RW-013 Gugus Ganesha, adalah Rukun Warga dilingkungan perumahan Telaga Kahuripan, Kelurahan Tegal, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor - Jawa Barat

RW ini dibentuk mulai tahun 2004, walaupun warga yang tinggal masih sedikit, namun karena tuntutan administrasi pemerintahan, mereka berinisiatif membentuk sebuah rukun warga yang kemudian menjadi cikal bakal RW-013 Gugus Ganesha.

Para tokoh yang pernah maupun yang saat ini menjabat sebagai ketua RW yaitu: Irwan Sumeidi,Asep Natawirya, Beny M,dan Sukmo Wibowo. Seiring dengan perkembangan di Griya Maupun Beranda Ganesha, RW-013 menjadi besar bahkan saat ini telah mencapat 5 Rukun Tetangga (RT) kedepannya seiring perkembangan penduduk RT dilingkungan RW-013 akan dikembangkan seiring bertambahnya Penduduk.

Saat awal pembentukan RW-013, masih minim dengan fasilitas, wargapun berinisiatif membangun rumah ibadah yang diberi nama mushollah Ar-Rahman. Berdiri disamping Lapangan Olahraga RW-013. Lahan disiapkan oleh developer, namun biaya pembangunannya murni dari swadaya masyarakat.

Lapangan Olahraga juga dibangun, walaupun akhirnya tidak terurus dan terawat. Bahkan pada akhir tahun 2006 wilayah RT 05 dan RT 01 sudah mulai penuh dan wargapun berinisiatif menambah satu lapangan bulutangkis diwilayahnya.

Membangun pos penjagaan sekaligus sebagai pos keamanan RW-013, karena saat-saat awal berdirinya Gugus ini layanan keamanan mutlak diadakan.

Saat ini RW 013 memiliki 4 tenaga keamanan yang dikelola Developer. Layaknya sebuah perumahan, warga RW-013 sangat heterogen, segala jenis profesi yang disandangnya ada, mulai dari pedagang, pengacara, jaksa, dosen, TNI,Polisi,Arsitek bahkan Wartawan. Heterogenitas juga terlihat dari sisi kepercayaan, hidup berdampingan dengan berbagai agama, walaupun mayoritas muslim, namun para pemeluk agama minoritas juga menjadi nyaman tinggal di RW-013.

Kian tahun komunitaspun terbentuk, olahraga menjadi pilihan untuk membentuk komunitas seperti badminton, senam, sampai kegiatan hiburan memancing,dan lain-lain.

Kini RW-013 sudah terlihat rapi, namun warga masih terus berbenah agar bisa tercipta lingkungan yang aman, nyaman, dan bersih.

Mewaspadai Penyimpangan Atas Ajaran Islam

Mewaspadai Penyimpangan Atas Ajaran Islam

Dakwah Islam selalu mendapatkan tantangan, baik dari dalam maupun dari luar umat Islam itu sendiri. Banyak orang yang selalu berupaya memperkeruh suasana, dengan seolah-olah menawarkan kebenaran yang hakiki, padahal merekalah orang-orang yang selalu berupaya untuk mengotori kemurnian Islam. Apa pun sebutannya, di mana pun dan kapan pun. Hal tersebut disampaikan Muhsin Hariyanto, Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Euforia atau mabuk kebebasan di masa reformasi ini, yang berawal dari ruwatan kemusyrikan sampai kelompok-kelompok yang mengatasnamakan kebebasan dalam menafsirkan Islam, ungkap Muhsin muncul secara resmi. Hingga ada tokoh aliran sesat yang keceplosan berkomentar mengatakan mumpung sedang bebas. Munculnya berbagai aliran dengan mengatasnamakan agama tersebut semakin membuat resah banyak orang. Terdapat banyak hal yang dilakukan oleh orang-orang dalam menyikapi berbagai peristiwa ini, ada yang menyikapi dengan tenang tetapi penuh keprihatinan, namun ada pula yang marah dan berang. Muhsin juga mengatakan bahwa dari pihak yang dituduh menyimpang pun selalu berkelit bahwa yang berhak menentukan sesat itu hanyalah Tuhan. Merekapun dengan berani berkomentar lantang bahwa MUI sekali pun tidak berhak mewakili Tuhan, dengan mengaku yang paling benar dan menyatakan bahwa yang tidak searah dengan mereka adalah salah, menyimpang, dan bahkan sesat dan menyesatkan.

Muhsin menambahkan bahwa beberapa waktu lalu MUI telah menetapkan sepuluh kriteria aliran sesat yaitu Mengingkari rukun iman dan rukun Islam, Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`I (Alquran dan as-sunah), Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran, Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir, Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam, Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul, Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir, serta Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat, dan juga Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar'i.

Dalam praktiknya, secara sosiologis Muhsin yang juga dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UMY ini mengungkapkan, kesesatan-kesesatan yang dilakukan oleh sebagian orang itu kadang-kadang tidak dianggap sesat walaupun dilaksanakan olah banyak orang. Di antara contohnya adalah kelompok yang tidak langsung dikenali sebagai kelompok sesat, semisalnya komunitas penimbrung Islam, dengan seolah-olah merujuk pada al-Quran dan bahkan dalam banyak hal mengaku mengikuti as-Sunnah, padahal jelas-jelas melakukan pelanggaran atas prinsip-prinsip yang ditawarkan oleh al-Quran dan juga as-Sunnah. “Kelompok semacam ini muncul di mana-mana dengan mencoba menawarkan pendapat-pendapat yang baru, yang seolah-olah bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah, tetapi menjelaskannnya dengan dalih “ta’wil”, atau pemaknaan al-Quran yang lebih kontekstual dan melepaskan diri dari kungkungan teks al-Quran maupun as-Sunnah”katanya.

Masih menurut Muhsin, berkaitan dengan Al-Qiyadah al-Islamiyyah yang akhir-akhir ini sedang marak muncul di berbagai media, Muhsin mengatakan bahwa aliran tersebut hanya salah satu contoh dari sekian banyak aliran/paham yang melecehkan al-Quran dengan cara melakukan interpretasi atau tafsir yang tidak menggunakan ketentuan yang selaras dengan pemahaman yang benar. Oleh karena itu, umat Islam perlu waspada terhadap munculnya aliran-aliran baru tersebut. “Toleransi terhadap aliran-aliran yang jelas-jelas merusak itu tidak tepat untuk dikembangkan, namun tidak juga menolaknya dengan kekerasan,” ungkapnya.

Langkah-langkah yang tepat untuk dilakukan dalam membendungnya ungkap Muhsin bisa dilakukan secara bersama dari semua kalangan dan komponen umat untuk membendung dan menghentikan aliran-aliran tersebut, jangan sampai tumbuh dan berkembang, baik sekarang maupun di masa-masa yang akan datang. Langkah pertama yang bisa dilakukan yaitu para ulama, para ustadz, para khatib, dan para guru harus memiliki keberanian untuk menjelaskan kepada umat bahwa setiap aliran yang muncul dan memiliki pemikiran yang jelas-jelas berbeda dengan masalah yang bersifat qath'i tersebut, adalah sesat menyesatkan, berbahaya, merusak, dan menyebabkan pelakunya kekal dalam neraka.

Langkah kedua, katanya ormas-ormas Islam dengan para ulama dan tokohnya harus bersikap aktif dan responsif dalam menjawab dan menetapkan keputusan terhadap sesatnya aliran tersebut, demi menjaga akidah, syariah, dan akhlak umat. Umat pun harus didorong jika mendengar dan membaca aliran-aliran yang aneh, untuk segera bertanya kepada para alim ulama dan para ahli yang dianggap memiliki pengetahuan keislaman yang luas dan komprehensif. Umat harus didorong untuk bersikap kritis, tidak mudah terkecoh dan percaya kepada pemimpin aliran tersebut. Langkah ketiga yaitu langkah dari pemerintah yang hendaknya bersikap tegas dan segera mengambil tindakan-tindakan hukum terhadap aliran-aliran tersebut. Tidak boleh terkesan sedikit pun pemerintah berada dalam keraguan untuk menghentikannya. “Insyaallah setiap muslim dan umat Islam yang benar-benar beriman akan selalu mendukung sikap pemerintah untuk menghentikan aliran sesat tersebut,” tambah Muhsin.(Sukmo TRJ)