Minggu, 07 Juni 2009

mengenal Prabowo

PRABOWO SUBIANTO

Nama:Prabowo SubiantoLahir:Jakarta, 17 Oktober 1951Agama:Islam
Pendidikan:SMA: American School In London, U.K. (1969)Akabri Darat Magelang (1970-1974)Sekolah Staf Dan Komando TNI-AD
Kursus/Pelatihan:Kursus Dasar Kecabangan Infanteri (1974)Kursus Para Komando (1975)Jump Master (1977)Kursus Perwira Penyelidik (1977)Free Fall (1981)Counter Terorist Course Gsg-9 Germany (1981)Special Forces Officer Course, Ft. Benning U.S.A. (1981)Jabatan:Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (1996-1998)Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat (1998)Komandan Sekolah Staf Dan Komando ABRI (1998)Jabatan Sekarang:Ketua Umum HKTI periode 2004-2009Komisaris Perusahaan Migas Karazanbasmunai di KazakhstanPresiden Dan Ceo PT Tidar Kerinci Agung (Perusahaan Produksi Minyak Kelapa Sawit), Jakarta, IndonesiaPresiden Dan Ceo PT Nusantara Energy (Migas, Pertambangan, Pertanian, Kehutanan Dan Pulp) Jakarta, IndonesiaPresiden Dan Ceo PT Jaladri Nusantara (Perusahaan Perikanan) Jakarta, IndonesiaPensiun dari dinas militer, Prabowo beralih menjadi pengusaha. Ia mengabdi pada dua dunia. Nama mantan Pangkostrad dan Danjen Kopassus ini kembali mencuat, menyusul keikutsertaannya dalam konvensi calon presiden Partai Golkar. Kemudian dalam Musyawarah Nasional (Munas) VI Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Kongres V Petani 5 Desember 2004 di Jakarta, dia terpilih menjadi Ketua Umum HKTI periode 2004-2009 menggantikan Siswono Yudo Husodo dengan memperoleh 309 suara, mengalahkan Sekjen HKTI Agusdin Pulungan, yang hanya meraih 15 suara dan satu abstein dari total 325 suara.Putera begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo ini telah kembali ke ladang pengabdian negerinya. Tak berlebihan untuk mengatakannya demikian. Maklum, kendati sudah hampir tiga tahun pulang ke tanah air – setelah sempat menetap di Amman, Yordania – Prabowo praktis tak pernah muncul di depan publik. Apalagi, ikut nimbrung dalam hiruk-pikuk perpolitikan yang sarat dengan adu-kepentingan segelintir elite.Mantan menantu Soeharto ini lebih memilih diam, sembari menekuni kesibukan baru sebagai pengusaha. ”Kalau bukan karena dorongan teman-teman dan panggilan nurani untuk ikut memulihkan negara dari kondisi keterpurukan, ingin rasanya saya tetap mengabdi di jalur bisnis. Saya ingin jadi petani,” ucap Prabowo.Diakui, keikutsertaannya dalam konvensi Partai Golkar bukan dilatarbelakangi oleh hasrat, apalagi ambisi untuk berkuasa. Seperti sering diucapkan, bahkan sejak masih aktif dalam dinas militer, dirinya telah bersumpah hendak mengisi hidupnya untuk mengabdi kepada bangsa dan rakyat Indonesia.Prabowo sangat mafhum, menjadi capres – apalagi kemudian terpilih sebagai presiden – bukan pilihan enak. Karena, siapa pun nanti yang dipilih rakyat untuk memimpin republik niscaya bakal menghadapi tugas yang maha berat. ”Karenanya, Pemilu 2004 merupakan momentum yang sangat strategis untuk memilih pemimpin bangsa yang tidak saja bertaqwa, tapi juga bermoral, punya leadership kuat dan visi yang jelas untuk memperbaiki bangsa,” tambahnya.Bagi sebagian orang, rasanya aneh menyaksikan sosok Prabowo Subianto tanpa seragam militer. Tampil rapi dengan setelan PDH warna kelabu, lelaki 52 tahun itu memang terlihat lebih rileks jika dibandingkan semasa masih dinas aktif dulu. Senyumnya mengembang dan tak sungkan berbaur dengan masyarakat – utamanya kader-kader Partai Golkar – yang antusias menyambut kedatangannya di beberapa kota.Dalam setiap orasi selama mengikuti tahapan konvensi calon presiden Partai Golkar, Prabowo bahkan amat fasih bertutur tentang kesulitan yang mengimpit para petani dan nelayan, serta beraneka problem riil di masyarakat yang kian mengenaskan. ”Situasi ini harus cepat diakhiri. Kita harus bangkit dari kondisi keterpurukan dan membangun kembali Indonesia yang sejahtera,” ujarnya di atas podium.

Masa Kecil

Prabowo Subianto Djojohadikusumo, anak ketiga dari pasangan Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo dan Dora Sigar ini lahir di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1951. Ayah Prabowo, Prof. Dr. Sumitro, tidak asing lagi bagi bangsa Indonesia karena kiprah dan sumbangsih Sumitro pada masa pendirian republik ini maupun dalam masa pembangunan. Sumitro lahir di Kebumen, 29 Mei 1917, dan meraih gelar doktor di Nederlandse Economise Hogschool, Rotterdam, Belanda, pada 11 Maret 1943 dengan disertasi berjudul Het Volkscredietwezen in de Depressie (dalam bahasa Indonesia: Kredit Rakyat di Masa Depresi, LP3ES, 1989). Prestasi yang pernah diraih ayah Prabowo ini antara lain pernah menjabat sebagai Menteri di masa Soekarno dan Soeharto. Meskipun beliau pernah menjadi menteri di masa kekuasaan Soekarno, dan dia salah satu pengagum Soekarno, namun pada kesempatan lain yaitu tahun 1957 Sumitro memutuskan untuk bergabung dengan PRRI Permesta. Alasan Sumitro pada saat itu adalah kekecewaan terhadap kebijakan Pusat yang tidak memihak kepada daerah, serta kedekatan Soekarno dengan PKI.
"1. Mudah beradaptasi terhadap situasi & Tanggap terhadap lingkungan sosial
Kemampuan adaptasi terhadap situasi paling menonjol ditunjukan oleh Prabowo adalah ketika mengikuti sang ayah ketika harus hidup dalam pelarian ketika masa Soekarno. Ketika itu Prabowo kecil merasakan tinggal disuatu tempat paling lama selama 2 tahun, bahkan dia tercatat telah tinggal di Singapura, Malaysia , Hongkong, Swiss, dan Inggris dalam rentang waktu 10 tahun.

Ketertarikannya pada masalah sosial telah ada sejak kecil, ketika tinggal di Malaysia bagaimana masalah Konfrontasi Indonesia-Malaysia terjadi, Prabowo kecil merasakan lingkungan sosial yang tidak begitu bersahabat. Salah satu petikan fragmen Prabowo kecil dengan Sumitro yang menggambarkan kemandirian adalah ketika Prabowo sekolah di Kuala Lumpur. Prabowo mendapat olok-olokan dari teman-temannya, yang berisi cemoohan terhadap Presiden RI. Prabowo kemudian menemui ayahnya untuk protes dan mengultimatum seperti tergambar dalam dialog sebagai berikut “Kenapa kita ke negeri ini? Saya tahu Papi berseberangan dengan Soekarno, tapi saya tidak tahan, semua meledek negera kita. Kalau sampai satu tahun lagi saya disini, saya akan menjadi pro Soekarno!”[12]. Cucu dari pendiri BNI 1946, Margono Djojohadikusumo, sedari kecil memang sudah menaruh perhatian terhadap isu-isu sosial-politik. Ini berkat sikap dari Sumitro yang terbuka dan memberi kebebasan terhadap seluruh anak-anaknya, bahkan Sumitro sering mengajak diskusi anak-anaknya mengenai masalah-masalah sosial-politik mutakhir. Dan juga ketika Soemitro ayah Prabowo dipanggil untuk kembali ke tanah air oleh Presiden Soeharto dan diberi jabatan Menteri. Salah satu komentar yang terucap oleh Prabowo ketika awal-awal di Indonesia adalah ”Kemarin menjadi pemberontak, sekarang menjadi menteri”[13] dan Prabowo menolak naik kendaraan dinas Menteri."

Tidak ada komentar: